Yesaya Sandang1, Birmanti Setia Utami2, Muhammad Luqman Rizaldi 3, Warren Milton Iacocca4, Bintang Hanggono5 1,4Program Studi Magister Studi Pembangunan FID-UKSW, Salatiga, Indonesia 2,3Program Studi Desain Komunikasi Visual FTI-UKSW, Salatiga, Indonesia 5Lingkar Keadilan Ruang
Correspondent author: yesaya.sandang@uksw.edu
Industri pariwisata menggunakan jumlah air yang signifikan, dan pertumbuhannya yang tidak terkontrol dapat mempengaruhi kuantitas dan kualitas air di destinasi wisata. Peningkatan pariwisata global dan kegiatannya, yang menggunakan lebih banyak air, bersamaan dengan perubahan dalam sistem iklim global yang mengarah pada penurunan sumber daya air. Beberapa destinasi, termasuk di Yogyakarta, Indonesia, berisiko mengalami stres air dimasa depan. Tekanan untuk mengelola kebutuhan air, akibat dari peningkatan permintaan pariwisata, berdampak terhadap akses air warga dan menimbulkan konflik. Tata kelola partisipatif dari pengelolaan air memerlukan informasi yang memadai, termasuk kondisi ketersediaan air umum dan aktual, penggunaan sektor domestik, industri, dan pariwisata, makna dan kearifan lokal atas air. Masyarakat sipil memainkan peran penting dalam tata kelola air, dan penyebaran informasi yang memadai, menggunakan media dan metode yang tepat, diperlukan untuk mempromosikan partisipasi masyarakat. Buku saku dapat berfungsi sebagai media yang cocok untuk memperkuat kapasitas masyarakat tentang tata kelola air. Oleh karena itu, kami bekerjasama dengan Lingkar Keadilan Ruang Yogyakarta, membuat buku saku pariwisata dan air untuk meningkatkan kesadaran dan kapasitas warga dalam tata kelola air perhotelan dan pariwisata di Yogyakarta. Buku ini berguna untuk kampanye, advokasi, dan penguatan kapasitas warga. Buku ini juga bisa digunakan sebagai bahan ajar untuk mahasiswa jurusan Pariwisata, Desain Komunikasi Visual, dan Studi Pembangunan. Mahasiswa dapat mempelajari tentang pembangunan pariwisata berkelanjutan yang berbasis pada masyarakat lokal. Selain itu mahasiswa juga dapat mempelajari desain media yang aplikatif untuk kampanye, advokasi, dan penguatan kapasitas warga mengenai isu lingkungan hidup, khususnya air.
Industri pariwisata secara signifikan mengonsumsi sumber daya air dalam skala besar. Riset menunjukkan bahwa konsumsi air per individu untuk keperluan pariwisata melebihi tingkat konsumsi untuk kebutuhan domestik (Becken, 2014). Pertumbuhan pariwisata yang tidak terkendali dapat berdampak negatif pada kuantitas dan kualitas air di destinasi wisata, misalnya pencemaran air, penurunan ketersediaan air, dan konflik terkait akses air (Stonich, 1998; Cole, 2012; Noble et al., 2012).
Pertumbuhan global dalam sektor pariwisata dan aktivitas yang semakin intensif dalam pemanfaatan air berlangsung bersamaan dengan perubahan dalam pola iklim global, yang mengakibatkan penurunan sumber daya air di berbagai destinasi pariwisata (Cole et al., 2020). Laporan penelitian yang dikutip oleh International Tourism Partnership mengindikasikan bahwa 12 tujuan wisata di 6 negara menghadapi tingkat risiko kerentanan air yang sangat tinggi (extremely high water stress). Tiga lokasi di Indonesia, yakni Surabaya, Jakarta, dan Bandung, juga tergolong dalam kategori sangat rentan terhadap tekanan air di masa mendatang (future water stress), suatu penilaian yang tidak dapat dipandang remeh (ITP, 2018). Di Labuan Bajo, pesatnya pertumbuhan sektor pariwisata telah mengakibatkan perempuan menjadi korban dan penanggung beban terberat akibat kesulitan akses air. Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa tanggung jawab utama terkait air lebih banyak dikenakan pada perempuan. Tekanan untuk mengelola kebutuhan air yang semakin sulit seiring dengan peningkatan kebutuhan air dalam sektor pariwisata yang berdampak signifikan terhadap kesejahteraan emosional, fisik, dan finansial perempuan (Cole, 2017). Selanjutnya, hubungan antara pariwisata dan sumber air seringkali menimbulkan masalah serius terkait hak akses atas air bagi masyarakat lokal. Sebagai contoh, di Yogyakarta, sejak tahun 2014, berbagai kelompok masyarakat telah mengadvokasi agenda tata kelola air yang adil, yang berbasis pada partisipasi warga, di tengah-tengah perkembangan pariwisata yang masif (Astuti, 2017).
Partisipasi warga dalam hal tata kelola air pariwisata di suatu destinasi mensyaratkan ketersedian informasi tentang relasi pariwisata dan air yang memadai. Namun, masyarakat sipil yang memiliki peran yang cukup besar dalam pelaksanaan tata kelola air, seringkali tidak mendapatkan informasi yang memadai mengenai kondisi aktual ketersediaan air. Selain kondisi umum dan aktual ketersedian air, diperlukan pula informasi seputar penggunaan domestik dan skala besar (industrial), termasuk penggunaan sektor pariwisata. Selain itu, diperlukan juga informasi tentang permasalahan aktual yang tengah dihadapi masyarakat terkait dengan penggunaan air untuk keperluan pariwisata. Informasi relevan lainnya termasuk: makna dan kearifan lokal air dari masyarakat, serta upaya yang telah dan dapat dilakukan untuk mengklaim hak berpartisipasi dalam hal tata kelola air.
Tata kelola air melibatkan berbagai pihak dan kelompok dalam masyarakat, penyampaian informasi berkaitan dengan keterlibatan warga memerlukan media yang sesuai. Untuk mendukung partisipasi warga dalam tata kelola air, maka ragam informasi perlu diolah dan disampaikan melalui media yang dapat menjangkau berbagai lapisan masyarakat. Proses penyampaian informasi mengenai kondisi aktual ketersediaan dan penggunaan air di lingkungan, serta edukasi tentang tata kelola air yang dapat dilakukan oleh masyarakat, perlu dilakukan bertahap dengan pendekatan melalui berbagai metode dan media. Dengan metode penyampaian dan media yang tepat, masyarakat dapat memahami informasi yang diterima serta bergerak melakukan tata kelola air untuk kepentingan bersama. Masyarakat yang mampu memahami kondisi lingkungannya dan mau bertindak untuk menjaga keberlangsungan kelestarian lingkungan tersebut tentu dapat mendukung pemerintah dalam berbagai kebijakan yang ditetapkan.
Salah satu media yang dapat digunakan untuk mengedukasi masyarakat adalah buku saku. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, buku saku adalah buku berukuran kecil yang dapat dimasukkan ke dalam saku dan mudah dibawa ke mana-mana. Menurut Susilana (2008) buku saku memiliki kelebihan menyajikan informasi dalam jumlah yang banyak, dapat dipelajari sesuai minat dan kebutuhan pembaca, dapat dibaca dimana dan kapan saja, mudah dibawa ke mana-mana, mudah direvisi jika perlu, dan akan lebih menarik jika dilengkapi dengan gambar. Namun, disisi lain, buku saku juga memiliki kelemahan, yaitu pembuatan yang cukup lama, jika terlalu tebal akan mengurangi minat pembaca, dan bahan serta penjilidan yang buruk akan membuat buku saku cepat rusak. Informasi yang disajikan dalam buku saku perlu ditata dan didesain dengan menarik serta mudah dipahami oleh pembacanya. Dengan pemilihan tipografi yang tepat, penggunaan ilustrasi dan penataan yang baik, maka informasi yang ada dalam buku akan menarik dan mudah dipahami oleh pembaca.
Berdasarkan uraian tersebut diatas, kami melakukan kegiatan pengabdian masyarakat pembuatan buku saku pariwisata dan air. Kegiatan ini mengambil latar khusus problem tata kelola air sektor perhotelan di Yogyakarta dan bekerjasama dengan Lingkar Keadilan Ruang Yogyakarta. Hasil penelitian Sandang (2022) menunjukan bahwa penguatan kapasitas warga dari sisi kesadaran dan informasi menjadi salah satu kebutuhan krusial untuk meningkatkan partisipasi warga dalam tata kelola air hotel. Hal tersebut menguatkan hasil focus group IIS yang menyimpulkan (Hapsari & Nurshafira, 2017): [..] “aktivisme yang selama ini dibangun oleh masyarakat sipil masih menghadapi problema keterbatasan data yang akuntabel dan akurat sebagai basis membangun klaim publik. Hal ini terutama berlaku untuk persoalan ketersediaan, kebutuhan dan distribusi sumber air yang akurat. Pemetaan di level akar rumput masih sulit dilakukan karena di level masyarakat sendiri kapasitas mobilisasi data masih sangat lemah. Kultur top-down dalam sirkulasi informasi publik masih sangat dominan. Sementara itu, data-data publik masih sulit diakses oleh masyarakat umum karena jalurnya yang tidak inklusif bagi semua kalangan. Hal ini memunculkan pula kecenderungan elitisme dalam sistem informasi terkait pengelolaan air” (hal.9). Oleh karenanya, melengkapi berbagai upaya yang telah dilakukan oleh Lingkar Keadilan Ruang, dan warga yang terdampak pemakaian air hotel, maka buku saku pariwisata dan air menjadi media yang relevan untuk dikerjakan dan disebarluaskan kepada warga masyarakat.
Target akhir dari buku saku ini adalah peningkatan kesadaran dan kapasitas warga untuk berpartisipasi dalam tata kelola air perhotelan (dan pariwisata) di Yogyakarta. Lingkar Keadilan Ruang Yogyakarta akan memanfaatkan buku saku ini untuk kegiatan kampanye, advokasi dan penguatan kapasitas warga. Pencapain target akan dievaluasi oleh Lingkar Keadilan Ruang. Lebih jauh, buku saku ini dapat dimanfaat sebagai bahan ajar bagi mahasiswa, khususnya bagi mahasiswa program studi Pariwisata, Desain Komunikasi Visual dan Studi Pembangunan. Bagi mahasiswa Pariwisata dan Studi Pembangunan buku ini akan melengkapi materi ajar tentang pembangunan pariwisata berkelanjutan yang berbasis pada masyarakat lokal. Sedangkan bagi mahasiswa Desain Komunikasi Visual, buku saku ini menjadi contoh desain media yang aplikatif bagi kampanye, advokasi, serta penguatan kapasitas warga dalam hal isu lingkungan hidup (khususnya tentang air).
*download buku saku disini: bit.ly/43iKfdS